Langsung ke konten utama

Kebijakan Manajemen KAM KTI

 

KEBIJAKAN MANAJEMEN KAM KTI DALAM

                                                       PENGELOLAAN HUTAN LESTARI (KAM/KM/01) 


        1.         Menghormati hak legal dan kebiasaan masyarakat adat dan lokal;

        2.         Mendokumentasikan dan memetakan semua penguasaan adat dan lokal serta menghormatinya;

3.         Kegiatan operasional hutan di wilayah adat dan lokal harus seijin masyarakat adat dan lokal, tidak mengancam atau mengurangi sumber daya atau hak, serta memberikan hak akses/kontrol kepada mereka atau kepada masyarakat umum selama tidak bertentangan dengan tujuan manajemen;

4.         Memberikan informasi dan kompensasi atas penggunaan pengetahuan lokal dalam kegiatan operasional hutan;

                   5.         Tidak membedakan asal dan gender kepada masyarakat adat, masyarakat lokal, atau orang yang subsisten kepada hutan dalam hal kesempatan memperoleh pekerjaan, pelatihan, pengupahan, pengangkatan, pemberhentian, dan sebagainya;

        6.         Memberikan upah minimal sesuai standar minimum upah yang berlaku ;

        7.         Manajemen mempunyai aturan dalam penyelesaian konflik yang berasaskan kekeluargaan.

8.         Manajemen memberi kompensasi yang adil apabila timbul kerusakan property, hak, dan sumber daya ;

                   9.         Menghentikan kegiatan operasional di lahan tertentu yang terdapat perselisihan terhadap hak lahan antara masyarakat adat dan lokal dengan manajer hutan, sampai perselisihan tersebut dapat diselesaikan;

       10.     Manajemen mematuhi semua prinsip dan criteria FSC dalam pengelolaan hutan jangka panjang;

       11.     Lahan yang disertifikasi akan dikelola selama jangka panjang, minimal 3 daur atau 15 tahun;

       12.     Jika ada areal di bawah kontrol manajemen tetapi tidak masuk dalam areal yang disertifikasi maka administrasi dan semua produk hasil hutannya harus dipisahkan;

      13.     Manajemen mematuhi peraturan yang berlaku di tingkat lokal dan regional;

      14.     Manajemen    mematuhi    perjanjian/konvensi      internasional     yang    relevan,      meliputi    CITES, Convention on Biodiversity, ITTA, ILO, Climate Convension, Kyoto Protocol;

                15.     Manajemen tidak mempekerjakan anak di bawah usia kerja, tidak mempekerjakan tenaga paksa/budak, dan memberi kebebasan asosiasi tenaga kerja sesuai Konvensi ILO yang berlaku;

      16.     Manajemen mencegah dan memonitor semua bentuk aktivitas ilegal;

     17.     Manajemen membuat analisis dampak sosial yang memuat identifikasi pihak yang terkena dampak, macam dan intensitas dampak, rencana pengelolaan sosial;

     18.     Manajemen melindungi situs arkeologi, sejarah, agama, dan budaya yang ada;

     19.     Manajemen membuat rencana pengelolaan dan mengevaluasi dampak lingkungan;

     20.     Manajemen melindungi spesies langka dan terancam punah beserta habitatnya sesuai CITES atau peraturan regional yang berlaku;

    21.     Manajemen menilai keberadaan HCVF di areal kerja;

    22.     Manajemen tidak mengkonversi hutan menjadi areal non-hutan kecuali dalam kondisi terpaksa dan alasan yang dapat diterima;

    23.     Manajemen peduli terhadap ancama kebakaran;

    24.     Manajer membuat rencana dan realisasi anggaran yang transparan;

    25.     Tidak menebang di luar tingkat kelestarian hutan (jatah tebang);


    26.     Tidak menanam jenis eksotik invasive;

27.     Sistem silvikultur bertujuan mendapatkan kondisi tegakan yang beragam dalam hal umur, jenis, harmonis dengan lanskape;

            28.     Apabila di dalam areal kerja terdapat hutan alam, manajemen berkomitmen terhadap upaya konservasi hutan alam dan restorasi;

            29.     Manajemen peduli, melaksanakan, dan mengevaluasi terhadap Pelatihan, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja sesuai pedoman dan peraturan yang berlaku;

            30.     Manajemen menjalankan monitoring sesuai intensitas pekerjaan untuk keperluan evaluasi dan perbaikan lebih lanjut;

  31.     Manajemen melaksanakan aturan COC sesuai persyaratan yang berlaku;

  32.     Dalam pembentukan kelompok (Forum Komunikasi), Management mengikuti syarat-syarat FSC SLIMFs Elegibility Crtiteria, dengan batasan sebagai berikut :

a.    luas tidak lebih dari 100 Ha,

b.   volume produksi maksimal 5000 m3/thn.

c.    jumlah anggota setiap kelompok dibatasi sesuai dengan kemampuan manajemen yaitu maksimal 180 orang.

d.   waktu pendaftaran dibatasi paling lambat 2 bulan sebelum audit tahunan oleh FSC.

33.     Manajemen tidak menggunakan bahan kimia (pupuk kimia dan pestisida) yang dilarang oleh Pemerintah, WHO dan FSC dan berusaha untuk memaksimalkan menggunakan bahan alami dan ramah lingkungan.

            34.     Manajemen akan mereview kembali Rencana Jangka panjang setiap ± 5 tahun dan Rencana Jangka Panjang dapat berubah mengikuti kondisi di lapang.

            35.     Manajemen menyediakan informasi terkait rencana kegiatan, hasil monitoring dan hasil evaluasi kegiatan pengelolaan hutan untuk semua pihak yang berkepentingan (misalnya stakeholder dan pihak yang terkena dampak langsung dari kegiatan, dll);

36.     Manajemen tidak menggunakan organisme hasil dari rekayasa genetik.

37.     Manajemen tidak menggunakan bahan pengendali biologis;

38.     Manajemen akan memperbaharui data anggota yang kepemilikan lahan lebih dari satu dan salah satu lahannya tidak dimasukan ke dalam lingkup koperasi setiap minimal 5 tahun atau jika ada perubahan;

           
           39.   Manajemen akan melakukan tindakan penghentian sementara kegiatan yang mengakibatkan kerusakan NKT. Kegiatan dapat dilanjutkan jika telah melakukan perbaikan.

          40.    Manajemen patuh terhadap peraturan Korupsi, tidak menerima dan menemukan kegiatan yang bersangkut paut dengan tindakan Korupsi.

41.     Manajemen mendukung kesetaraan gender dalam praktik kerja pengelolaan hutan.

  

Demikian Kebijakan Manajemen KAM kti dalam pengelolaan hutan lestari. Kebijakan ini selanjutnya diterjemahkan dalam prosedur operasional pekerjaan pengelolaan hutan.

 

 Probolinggo, 14 Agustus 2021 

Kepala Badan Usaha


Sansan Sarif H

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kapuk Hutan (Bombax ceiba L.)

Gambar pohon Kapuk Hutan di Sengkaling Malang Jawa Timur Sinonim : Bombax malabaricum DC., Gossampinus heptaphylla BAKH, Salmalia malabarica (DC) Schott & Endl. Nama Lain : Cottonwood (perdagangan), Kapuk hutan (Indonesia), Randu agung (Jawa). Penyebaran : Dari Pakistan dan India kemudian Myanmar, Indochina, China, Taiwan, Thailand, Jawa, Kalimantan (Sabah), Philipina, Sulawesi, Maluku, Papua dan Australia bagian Utara. Batang besar tergolong raksasa rimba dengan tinggi sampai 45 m dan besar batang 4 meter dengan banir-banir lebar dan alur-alur menaik tinggi, selain itu batangnya tegap bagaikan tiang dan bertajuk jarang yang terbentang agak tinggi. Di Jawa tumbuh dibawah ketinggian 900 mdpl. Menurut Ny. Kloppenburg cairan yang keluar dari akar-akar setelah diiris sebelum matahari terbit dapat dipakai sebagai obat minuman untuk sariawan dan seduhan dari kulit akarnya yang dimemarkan itu diminum untuk meredakan rasa panas dalam daerah lambung. Penggunaan : Kapuk tergolong...

PELATIHAN K3 DAN PEMAKAIAN APD BAGI PEKERJA PERSEMAIAN KAM KTI

Persemaian ( nursery ) adalah tempat atau areal untuk kegiatan memproses benih (atau bahan lain dari tanaman) menjadi bibit/semai yang siap ditanam di lapangan. Kegiatan di persemaian merupakan kegiatan awal di lapangan dari penanaman hutan sehingga persemaian memegang peranan sangat penting dan merupakan kunci utama dalam upaya mencapai keberhasilan penanaman hutan. Penanaman benih ke lapangan dapat dilakukan secara langsung (direct planting) dan secara tidak langsung yang berarti harus disemaikan terlebih dahulu di tempat persemaian. Penanaman secara langsung ke lapangan biasanya dilakukan apabila biji-biji (benih) tersebut berukuran besar dan jumlah persediaannya melimpah. Meskipun ukuran benih besar tetapi kalau jumlahnya terbatas, maka benih tersebut sebaiknya disemaikan terlebih dulu. Pemilihan Lokasi Persemaian Keberhasilan persemaian benih ditentukan oleh ketepatan dalam pemilihan tempat. Oleh karena itu perlu diperhatikan beberapa persyaratan memilih tempat persem...

Tanaman KSU Alas Mandiri KTI sudah bersertifikat FSC™!

Sejak pertama kali dibentuk pada tahun 2007 silam akhirnya KSU Alas Mandiri KTI berhasil mendapatkan sertifikat FSC™   dari Soil Association Woodmark Inggris pada tanggal 22 November 2008 dengan kode registrasi SA-FM/COC-002083 (cek di http://info.fsc.org/ ). Artinya bahwa KAM KTI telah memenuhi 10 prinsip dan kriteria pokok FSC™ untuk mendapatkan sertifikat ini. Bukannya tanpa alasan kenapa kami membanggakan diri, karena memang tidaklah mudah untuk mendapatkan sertifikat ini dengan skema FSC™ yang berbasis hutan masyarakat. Menurut pengalaman kami selama proses penilaian tidaklah semudah yang dibayangkan yang hanya memenuhi 10 prinsip dari FSC™ karena setelah ditelusuri lebih detail mungkin lebih dari 50 aturan, syarat dan ketentuan yang dikeluarkan oleh pemerintah lokal maupun pemerintah pusat. Pada awal pengajuan sertifikasi KSU Alas Mandiri KTI mempunyai luas lahan 152,60 ha dengan anggota sebanyak 265 orang yang tersebar di 10 desa dan 2 kecamatan di Kabupaten Proboli...