Minggu, 05 Maret 2017

Pelatihan Penebangan dengan Pemakaian Tali Pengaman

Kegiatan pengelolaan hutan lestari meliputi 3 aspek yaitu produksi, lingkungan dan sosial yang saling terkait. Aspek produksi dalam pengelolaan hutan adalah kegiatan pemanenan kayu atau penebangan. Penebangan yang dilakukan di area kerja KAM KTI harus mengikuti standar seperti :
1. Penebangan dilakukan sesuai jadwal tebang dan hanya pada tegakan yang layak tebang yaitu pohon dengan lilit setinggi dada minimal berukuran 40 cm, kecuali untuk tebangan pemeliharaan dan keamanan
2. Penebangan tidak boleh melebihi jatah tebangan yang telah ditetapkan
3. Tidak melakukan penebangan pada areal lindung dan konservasi
4. Melakukan kontrol tanaman, sehingga apabila terdapat pohon yang mati, rusak, tumbang atau terkena penyakit dapat dilakukan tindakan cepat dan menguntungkan.
Ada tiga jenis tebangan yang dilakukan di KAM KTI, yaitu:
A. Tebangan produksi
B. Tebangan pemeliharaan termasuk penjarangan
C. Tebangan keamanan karena pohon hampir roboh, terkena penyakit, dsb.   
 
Prosedur penebangan yang dilakukan di KAM KTI :
1. Melakukan inventarisasi tegakan sebelum penebangan
2. Melengkapi semua pekerja penebangan dengan Alat Pelindung Diri (APD) yaitu sepatu/boot, kaus tangan, kacamata, penutup telinga dan helm kerja. Perlengkapan APD ini dipakai sesuai dengan kebutuhan pekerjaan atau kegiatannya, yaitu :
a. Penebang dengan mesin gergaji sebaiknya memakai sepatu/boot, kaus tangan, kacamata, penutup telinga, dan helm. Namun jika menggunakan gergaji manual cukup helm, sepatu/boot dan kaus tangan.
b. Pengangkut/tenaga pikul memakai sepatu boot, kaus tangan dan helm.


3. Penebang menentukan arah rebah yang tepat sebagai upaya untuk meminimalisir nilai kerugian yang ditimbulkan, dengan tidak membahayakan pekerja, kayu tidak pecah, dan tidak merusak tanaman konservasi/lindung, atau tanaman lain
4. Setelah pohon rebah dilakukan pembersihan pucuk dan cabang (topping).
5. Pengukuran dilakukan dari pangkal dengan panjang potongan sesuai permintaan pembeli,  sebisa mungkin menghasilkan log/potongan superan (lurus dan bebas cacat) dengan diameter ujung minimal adalah 10 cm.

Upaya konservatif dalam kegiatan penebangan :
1. Penebangan dilakukan dengan meminimalisir kerusakan meliputi kerusakan tanah, air, udara, tegakan tinggal, permudaan, satwa, dll dan tidak menyebabkan kerusakan lingkungan atau tanah longsor
2. Limbah penebangan berupa sisa kayu tidak boleh dibuang ke sungai, sedangkan limbah lainnya (kimia, bungkus, sampah organic dan anorganik baik padat maupun cair) dibuang dengan cara yang ramah lingkungan.   
3. Truk pengangkut log sebaiknya tidak melewati tanah yang jenuh/basah
4. Mencatat semua kerusakan yang terjadi akibat penebangan ke dalam form inventarisasi tegakan tinggal, termasuk kerusakan tegakan, areal konservasi, dan kerusakan tanah untuk segera dievaluasi dan ditindak lanjuti.




Kegiatan penebangan yang dilakukan harus meminimalisir dampak negatif yang mungkin timbul akibat aktifitas tersebut. Dampak yang teridentifikasi sejauh ini lebih mengarah pada kerusakan tanaman bawah tegakan yang berpotensi menurunkan hasil produksi non kayu seperti tanaman kopi, pisang, porang, jahe, singkong, talas dll. 



Maka dari itu, KAM KTI berupaya melakukan sosialisasi dan memberi pelatihan penebangan dengan tujuan menurunkan atau meminimalisir resiko kerugian dari kegiatan penebangan, seperti melakukan pelatihan penebangan dengan menggunakan tali pengaman (bahasa lokal : sandat) untuk anggota khususnya bagi pekerja tebangan.


Mekanisme penebangan pemakaian sandat yaitu dengan membentangkan tali pengaman dan mengikatkan dua ujung tali ke pohon yang kokoh dengan ketingginya kurang lebih 10 meter. Tali pengaman yang digunakan bisa berupa tali pengaman barang yang digunakan pada bak truk (track belt/lashing belt/tie down) dengan lebar minimal 2 inch atau 5 cm, dengan panjang menyesuaikan kondisi (10 meter atau lebih). 

Setelah enebangan dilakukan dengan mengarahkan rebahnya kayu ke tali pengaman tersebut sehingga kayu tidak jatuh secara langsung ke tanah atau menimpa tanaman lainnya. Kemudian kayu dapat di turunkan sedikit demi sedikit dan untuk dipotong sesuai ukuran yang diinginkan.
Dengan penggunaan tali pengaman ini, diharapkan penebangan yang dilakukan akan mengurangi dampak kerusakan tanaman di bawah tegakan, permudaan tanaman, kerusakan tanah, air & udara serta menghindari kerusakan habitat satwa yang ada di lahan tersebut.


Kamis, 02 Februari 2017

PENGELOLAAN KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI DI AREA KERJA KAM KTI

Konsep HCVF (High Conservasion Value Forest) atau Hutan Bernilai Konservasi Tinggi (NKT) yang bertujuan untuk membantu para pengelola hutan dalam usaha peningkatan keberlanjutan sosial dan lingkungan hidup dalam kegiatan produksi kayu dengan menggunakan pendekatan dua tahap, yaitu:
A. Mengidentifikasi areal-areal di dalam atau di dekat suatu Unit Pengelolaan Kayu yang mengandung nilai-nilai sosial, budaya dan/ atau ekologis yang luar biasa penting.
B. Menjalankan suatu sistem pengelolaan dan pemantauan untuk menjamin pemeliharaan dan/ atau peningkatan nilai-nilai tersebut.

Ada 6 NKT yang yang terdiri dari 13 sub nilai dan secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam 3 kategori, yaitu :
i. Keanekaragaman hayati NKT 1, 2 dan 3
ii. Jasa Lingkungan NKT 4
iii. Sosial dan Budaya NKT 5 dan 6

1. Kawasan yang Mempunyai Tingkat Keanekaragaman Hayati yang penting
 1.1. Kawasan yang mempunyai atau memberi fungsi pendukung keanekaragaman hayati bagi kawasan lindung dan / atau konservasi
Unit Pengelolaan harus memastikan agar fungsi pendukung Keanekaragaman hayati tersebut dipelihara atau ditingkatkan terhadap dampak langsung maupun tidak langsung.
 1.2. Spesies hampir punah
Tindak pengelolaan untuk UP harus berusaha semaksimal mungkin agar menjamin bahwa tiap individu dapat bertahan hidup. Spesies yang hampir punah memiliki resiko tinggi menjadi punah dan karena itu masing-masing individu menjadi penting sebagai sumber penerus spesies tersebut.
 1.3 Kawasan yang merupakan habitat bagi populasi spesies yg terancam, penyebaran terbatas atau dilindungi yg mampu bertahan hidup (viable population)
Identifikasi di dalam UP atau di dekatnya bagi populasi spesies yang terancam, penyebaran terbatas atau dilindungi yang mampu bertahan hidup.
 1.4. Kawasan yang merupakan habitat bagi spesies atau sekumpulan spesies yang digunakan secara temporer.
Mengidentifikasi habitat kunci dalam sebuah lansekap dimana terdapat kumpulan individu spesies atau sekelompok spesies yang digunakan secara temporer.

2. Kawasan Bentang Alam Yang Penting Bagi Dinamika Ekologi Secara Alami
 2.1. Kawasan bentang alam luas yang memiliki kapasitas untuk menjaga proses dan dinamika secara ekologi secara alami.
Mengidentifikasi dan melindungi fungsi-fungsi ekologi alami didalam suatu bentang alam dimana proses ekosistem alami berpotensi untuk terus berlangsung dalam jangka lama dimasa mendatang.
 2.2. Kawasan alam yang berisi dua atau lebih ekosistem dengan garis batas yang tidak terputus (berkesinambungan)
Mengidentifikasi bentang alam yang memiliki berbagai tipe ekosistem yang berkesinambungan dan menjamin bahwa daerah inti dari ekosistem dan kesinambungan garis batasnya terpelihara dengan baik.
 2.3. Kawasan yang mengandung populasi dari perwakilan spesies alami
Mengidentifikasi lansekap dengan potensi istimewa yang dapat menjaga kelangsungan hidup populasi dari perwakilan spesies alami dan menjamin bahwa kegiatan pengelolaan yang ada didalam UP dapat memelihara atau meningkatkan potensi tersebut.

3. Kawasan yang Mempunyai Ekosistem Langka atau terancam Punah
Mengidentifikasi adanya ekosistem yang langka atau terancam pada suatu lansekap.

4. Kawasan yang Menyediakan Jasa-jasa Lingkungan Alami
 4.1. Kawasan atau ekosistem penting sebagai penyedia air dan pengendalian banjir bagi masyarakat hilir
Adanya aktiftas penggunaan lahan atau pemanfaatan hutan pada suatu kawasan Daerah Aliran Sungai(DAS) sering menimbulkan kerusakan dan degrasi lahan.
 4.2. Kawasan yang penting bagi pengendalian erosi dan sedimentasi
Erosi dan sedimentasi memberikan konsekuensi ekologi dan ekonomi yang sangat penting dalam skala lansekap.
 4.3. Kawasan yang berfungsi sebagai sekat alam untuk mencegah meluasnya kebakaran hutan dan lahan
Suatu kawasan yang mampu melindungi dan mencegah kebakaran lahan atau hutan dalam skala yang luas merupakan kawasan yang mempunyai nilai konservasi tinggi.

5. Kawasan Alam yang Mempunyai Fungsi Penting untuk Pemenuhan Kebutuhan Dasar Masyarakat Lokal
Menentukan kawasan yang mempunyai fungsi penting sebagai sumber penghidupan bagi masyarakat lokal, baik untuk memenuhi kebutuhan secara langsung maupun secara tidak langsung, yaitu dengan cara menjual produk untuk mendapatkan uang tunai.

6. Kawasan yang Mempunyai Fungsi Penting untuk Identitas Budaya Tradisional Komunitas Lokal
         Kawasan yang mempunyai fungsi penting untuk identitas budaya tradisional/khas komunitas lokal, dimana kawasan tersebut diperlukan untuk memenuhi kebutuhan budaya mereka.

A. Identifikasi Keberadaan HCVF
Identifikasi keberadaan HCVF dilakukan dengan cara peninjauan langsung ke areal kerja KAM KTI dan wilayah sekitarnya yang dimana secara administratif areal ini masuk dalam wilayah Kecamatan Krucil, Maron dan Tiris. Kawasan yang diperkirakan menjadi keberadaan HCVF, di wilayah kerja KAM KTI yaitu disajikan paada tabel berikut :

Tabel 1 Hasil Identifikasi HCV di wilayah kerja KAM KTI
No
Jenis
NKT Nomor
Jumlah Titik Lokasi
1
Makam/Kuburan
6
17
2
Sumber Mata Air
5
18
3
Miring/curam
4.2
57
4
Sempadan sungai
4.1
260
5
Hewan punah/dilindungi
1.2
9
Jumlah
361

B. Indentifikasi Ancaman Setiap HCV
a. HCV 6
HCV 6 di KSU Alas Mandiri KTI berupa makam/kuburan, untuk jenis ancaman yang diidentifikasi dari HCV 6 tersebut yaitu kerusakan bangunan akibat penebangan.
b. HCV 5
HCV 5 di KSU Alas mandiri KTI  berupa sumber mata air dan sumur, untuk ancaman yang didentifkasi yaitu adanya kerusakan bangunan, adanya longsor, adanya penebangan pada areal HCV , pencemaran sumber mata air dan debit air berkurang.
c. HCV 4.1
HCV 4.1 di KSU Alas Mandiri KTI berupa sempadan sungai, untuk ancaman yang diidentifkasi yaitu adanya penebangan pada areal HCV, terjadi longsor, perburuan satwa/burung dan penagkapan ikan yang membahayakan lingkungan misalnya penangkapan dengan menggunakan bahan kimia,bahan peledak. Serta ancaman lainnya pencemaran sungai dengan sampah-sampah plastik.
d. HCV 4.2
HCV 4.2 di KSU ALas mandiri KTI berupa areal Miring/curam, untuk ancaman yang diidentifkasi dari HCV 4.2 berupa areal miring/curam yaitu adanya penebangan pada areal HCV, dan terjadi longsor
e. HCV 1.2
HCV 1.2 di KSU Alas Mandiri KTI berupa lokasi yang terdapat jenis-jenis hewan yang di lindung berdasarkan idnetifikasi lapangan dan identifikasi studi literatur berdasar peraturan pemerintah No 7 tahun 1999, CITES, IUCN . Untuk Ancaman yang dimungkinkan terjadi yaitu adanya perburuan , dan adanya pembukaan lahan di daerah tempat sarang dari hewan yang dilindungi.

C. Tindakan pengelolaan HCV
A. Rencana pengelolaan
1. HCV 6
Rencana pengelolaan untuk areal HCV 6 berupa makam/kuburan yaitu :
Sosialisasi ke anggota mengenai keberadaannya HCV 6
Pembuatan Peta Areal HCV
Pemantuan rutin setiap periode
Pembuatan areal bumper.
2. HCV 5
Rencana pengelolaan untuk areal HCV 5 berupa sumber mata air/sumur yaitu :
Sosialisasi ke anggota dan masyarakat sekitar
Pembuatan peta areal HCV
pembuatan standar operasional pengelolaan
Pengayaan Jenis tanaman MPTS,Penghasil Sumber mata air,dan tanaman konservasi seperti Gliriside,dll
pemasangan papan himbuan dilarang berburu, menangkap ikan menggunakan bahan kimia,potasium dan bahan peledak, Himbauan menjaga kebersihan
Monitoring/Pemantuan rutin setiap periode
Pemasangan bak sampah
Penandaan batas areal

   3. HCV 4.1
Rencana pengelolaan untuk areal HCV 4.1 berupa sempadan sungai yaitu :
 - Sosialisasi ke anggota ,FK dan masyarakat sekitar
  -   Pembuatan peta areal HCV
  -   Penandaan batas areal
 -  Pengayaan tanaman dengan jenis MPTS dan konservasi seperti jenis bambu,Rumput gajah,dll.
      Monitoring/pemantauan rutin setiap periode
 -   Pembuatan standar operasional pengelolaan
-  Pemasangan papan himbauan dilarang berburu dan menangkap ikan dengan bahan kimia,potasium ataupun bahan peledak

4. HCV 4.2
Rencana pengelolaan untuk areal HCV 4.2 berupa areal  miring/curam yaitu :
Sosialisasi ke anggota mengenai areal HCV
pembuatan peta areal HCV
pengayaan tanaman dengan tanaman konservasi seperti rumput gajah,gliriside dan tanaman MPTS
pembuatan standar operasional pengelolaan
Monitoring/pemantauan rutin setiap periode
5. HCV 1.2
Rencana pengelolaan untuk areal HCV 1.2 berupa areal hewan dilindungi yaitu :
Sosialisasi ke anggota mengenai areal HCV
pembuatan peta areal HCV
Monitoring/pemantauan rutin setiap periode
Pemasangan papan dilarang berburu hewan dilindungi.

B. Tindakan pengelolaan yang dilakukan
1. HCV 6
Tindakan pengelolaan untuk areal HCV 6 berupa makam/kuburan yaitu :
Sosialisasi ke anggota, Fk dan tokoh masyarakat secara langsung dan tidak langsung.
Ø Langsung : rapat bulanan ke FK dan sosialisasi ke anggota oleh FK
Ø Tidak langsung : memasang papan himbauan larangan berburu, himbauan jaga kebersihan,buang sampah pada tempatnya
Pembuatan peta areal HCV 6
Pemasangan bak sampah
Monitoring/Pemantauan
2. HCV 5
Tindakan pengelolaan untuk areal HCV 5 berupa sumber mata air yaitu :
Sosialisasi ke anggota, Fk dan tokoh masyarakat secara langsung dan tidak langsung.
Ø Langsung : rapat bulanan ke Fk , anggota oleh FK dan masyarakat pengguna sumber mata air
Ø Tidak langsung : memasang papan himbuan larangan berburu dan menangkap ikan menggunakan bahan kimia,potasium ataupun bahan peledak.
pembuatan peta areal HCV 5
membuat sop pengelolaan yang terjelaskan di SOP pengelolaan areal lindung dan konservasi,SOP penanaman
pengayaan jenis tanaman MPTS seperti cengkeh,dll pada beberapa lokasi berdasarkan hasil monitoring/pemantauan
monitoring/pemantauan rutin
3. HCV 4.1
Tindakan pengelolaan untuk areal HCV 4.1 berupa sempadan sungai yaitu :
 Sosialisasi ke anggota, Fk dan tokoh masyarakat secara langsung dan tidak langsung.
Ø Langsung : rapat bulanan ke Fk dan sosialisasi ke anggota oleh FK
Ø Tidak langsung : memasang papan himbuan larangan berburu dan menangkap ikan menggunakan bahan kimia,potasium ataupun bahan peledak.
pembuatan peta areal HCV 4.1
Penandaan batas areal 95 %
pengayaan jenis tanaman MPTS seperti cengkeh,dll pada beberapa lokasi berdasarkan hasil monitoring/pemantauan
Monitoring /Pemantauan areal HCV 4.1
Membuat  sop pengelolaan yang terjelaskan di SOP pengelolaan areal lindung dan konservasi
4. HCV 4.2
Tindakan pengelolaan untuk areal HCV 4.1 berupa areal curam yaitu :
Sosialisasi ke anggota, Fk dan tokoh masyarakat secara langsung dan tidak langsung.
Ø Langsung : rapat bulanan ke Fk dan sosialisasi ke anggota oleh FK
Ø Tidak langsung : memasang papan himbuan larangan berburu.pembuatan peta areal HCV
pembuatan peta areal HCV 4.2
pengayaan jenis tanaman MPTS seperti cengkeh,dll pada beberapa lokasi berdasarkan hasil monitoring/pemantauan
membuat sop pengelolaan yang terjelaskan di SOP pengelolaan areal lindung dan konservasi dan SOP Penanaman
pemantauan rutin /monitoring
5. HCV 1.2
Tindakan pengelolaan untuk areal HCV 1.2 berupa areal hewan dilindungi yaitu :
Sosialisasi ke anggota, Fk dan tokoh masyarakat secara langsung dan tidak langsung.
Ø Langsung : rapat bulanan ke Fk dan sosialisasi ke anggota oleh FK
Ø Tidak langsung : memasang papan himbuan larangan berburu.pembuatan peta areal HCV
pembuatan peta areal HCV 1.2
Pemasangan papan dilarang berburu hewan yang dilindungi
pemantauan rutin /monitoring

 Pemasangan papan himbauan larangan perburuan hewan dilindungi