Senin, 26 Januari 2015

SVLK Industri



Kawasan hutan di Indonesia merupakan asset penting dalam pembangunan nasional berkelanjutan. Permasalahan yang dihadapi oleh hutan Negara saat ini adalah menurunnya kualitas hutan untuk memberikan pasokan terhadap industri perkayuan. Sebagian hasil produk kayu hutan Indonesia diekspor ke luar negeri sebagai salah satu penghasil devisa negara selain migas, sebagian lainnya untuk memenuhi keperluan domestic dengan harga yang umumnya lebih rendah dibandingkan harga di pasaran internasional. Kondisi ini menyebabkan banyak terjadi penyelundupan kayu atau perdagangan kayu illegal (illegal trading).


Menyangkut masalah illegal logging atau illegal trading, pemerintah sebagai pengambil kebijakan sudah berusaha memberantas peredaran kayu illegal melalui penegakan hokum (hard approach) dengan mengeluarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Ilegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik Indonesia. Selain melakukan penegakan hokum dalam memberantas illegal logging/trading, Pemerintah juga menjalin kerjasama dengan Negara-negara Eropa melalui FLEGT-VPA (Forest Law Enforcement, Governance and Trade, Voluntary Patnership Agreement) dalam rangka membangun sistem perdagangan kayu legal yang memenuhi Legal Compliance, Legal Origin  dan Sustainable Origin.


Selain hal-hal di atas, pemerintah juga mendorong dan mempromosikan pembangunan kehutanan yang berbasis masyarakat antara lain dengan menggalakkan penanaman komoditas kehutanan pada lahan-lahan rakyat/lahan milik. Kayu yang dihasilkan pada lahan milik rakyat ini pengelolaan dan pemanfaatannya sepenuhnya menjadi hak pemilik. Pemerintah bertugas memberikan kepastian hukum kepada masyarakat baik penghasil maupun pengguna hasil hutan rakyat. Hal ini sesuai dengan permintaan pasar internasional yang menuntut produk kayu yang ramah lingkungan dan dapat dipertanggungjawabkan asal-usulnya.


Setelah memperoleh pengakuan berupa sertifikasi SVLK atas hutan Hak atau private forest management pada bulan September 2014, kali ini KSU Alas Mandiri KTI sebagai pemilik Ijin industri primer (Ijin Usaha Industri Pengolahan Hasil Hutan Kayu/IUIPHHK) berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor : 522/11.4/023/2010, yang diterbitkan pada tanggal 04 Februari 2010, kembali mengikuti proses audit sertifikasi Verifikasi Legalitas Kayu pada industri pengolahan kayu milik KAM KTI. IUIPHHK milik KSU Alas Mandiri KTI merupakan industri pengolahan kayu yang menghasilkan kayu gergajian dengan bahan baku berupa kayu bulat terutama sengon yang bersumber dari hutan rakyat yang dikelola secara lestari dengan kapasitas ≤ 6.000 M3/Tahun. 


Kegiatan verifikasi ini mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan No. P.43/Menhut-II/2014 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang izin atau pada Hutan Hak, dan Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor P.5/VI-BPPHH/2014 tentang Standar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan Verifikasi Legalitas Kayu (VLK).
Standar Verifikasi Legalitas Kayu (VLK) pada pemegang IUIPHHK kapasitas ≤ 6.000 M3/Tahun dan IUI dengan nilai investasi ≤ 500 juta ini harus memenuhi 4 prinsip, yaitu :

1.       Pemegang izin usaha mendukung terselenggaranya perdagangan kayu yang sah,

2.       Unit usaha mempunyai dan menerapkan sistem penelusuran kayu yang menjamin keterlacakan kayu dari asalnya,

3.       Keabsahan perdagangan atau pemindahtanganan hasil produksi, dan

4.       Pemenuhan terhadap peraturan ketenagakerjaan bagi industri pengolahan.


Proses verifikasi ini berlangsung pada tanggal 15-20 Desember 2014. dan pada Dari hasil pelaksanaan verifikasi tersebut, dinyatakan bahwa KSU Alas Mandiri KTI sebagai pemilik IUIPHHK telah memenuhi Standar Legalitas Kayu dengan diterbitkannya sertifikat nomor LVLK-003/MUTU/LK-247 pada 26 Januari 2015 dengan masa berlaku hingga 25 Januari 2018.